Jumat, 29 September 2017

Tradisi Ngaben Bali-Kabupaten Jembrena

Tradisi Ngaben Bali Desa Adat Warnasari,Kecamatan Melaya,Kabupaten Jembrana,Bali pelaksanaan upacara ngaben di Bali, selain sebagai sebuah ritual bisa juga dikatakan sebuah tradisi yang tetap terjaga lestari sampai sekarang ini. Ngaben sendiri adalah sebuah upacara pembakaran mayat yang dilakukan oleh warga Hindu dengan tujuan untuk menyucikan roh orang yang sudah meninggal untuk menuju ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Ini adalah bentuk penghormatan bagi orang-orang yang ditinggalkan kepada leluhurnya agar arwahnya segera bisa kembali ke Sang Pencipta. Tata cara pelaksanaan upacara ini kadang-kadang berbeda-beda antar satu tempat dengan yang lainnya, namun esensinya sama, dan hampir semua kegiatan upacara agama berkaitan kepercayaan masyarakat yang terkenal dengan desa Kala Patra, selain berdasarkan sumber kitab suci weda atau lontar pelaksanaannya disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan.Kata Ngaben itu sendiri berasal dari kata api mendapat awalan nga dan akhiran an menjadi ngapian menjadi sengau ngapen dan lambat laun terjadi penggeseran kata menjadi ngaben. Dalam hal tesebut ada 2 sumber api, api nyata yang membakar jenazah dan api abstrak yang merupakan mantra puja dari sang pendeta yang memimpin upacara. Dalam versi lainnya ada yang mengatakan berasal dari kata beya yang berarti bekal atau abu (menjadi abu) yang semua artinya mengarah kepada pelepasan terakhir dalam kehidupan manusia, saat prosesi ngaben ini dilaksanakan diadakan  juga proses penyucian roh saat meninggalkan badan kasar.

Tradisi ini berlangsung dan dilaksanakan dengan menentukan hari baik.Bali sebagai destinasi wisata dunia, tradisi upacara ngaben ini tentu menjadi hal menarik bagi wisatawan, tidak jarang pihak biro perjalanan menawarkan paket tour mengunjungi objek wisata di Bali merangkainya dengan kegiatan menyaksikan prosesi kremasi jenazah bagi umat Hindu ini. Prosesi pembakaran jenzah ini merupakan puncak acara pengabenan, karena beberapa rentetan prosesi atau ritual juga harus dilaksanakan seperti upacara Ngulapin atau diartikan pemanggilan roh/ atma, Nyiramang/ memandikan, Ngajum Kajang selembar kain putih yang ditulisi aksara-aksar magis, Ngaskara untuk menyucikan roh, Memeras setelah upacara tersebut berhasil dan sukses dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu, Papegatan, Pakiriman Kutang dan Ngeseng acara puncak pembakaran jenazah, rentetan prosesi inipun tetap melihat desa kala patra setempat.Dalam ajaran agama Hindu, manusia tersebut terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma, diyakini terdiri dari 5 unsur/ elemen yang disebut Panca maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), teja (zat panas), apah (zat cair), akasa (ruang hampa) dan bayu (angin). Kelima unsur tersebut menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Nah pada saat manusia meninggal 5 unsur tersebut akan dikembalikan keasalnya dan atma sendiri yang selalu kekal akan diharapkan menyatu kembali ke asalnya yaitu Tuhan melalui upacara Ngaben. Namun demikian karma yang melekat pada atma tersebut baik itu berupa kebaikan atau dosa selalu melekat, dan atma tersebut harus reinkarnasi kembali kebumi untuk memperbaiki dosa-dosa pada kehidupan sebelumnya. Bahkan ada yang terlahir tidak sempurna karena dosanya terlau banyak. Makanya agama Hindu tersebut adanya hukum karma phala, hasil perbuatan yang tidak bisa dinikmati sekarang ini, akan dinikmati pada kehidupan mendatang.








Artikel Terkait


EmoticonEmoticon